kocak

kocak

27.3.12

BBM dan Kacamata Intelektual Mahasiswa


Tipu muslihat pemerintah
 
PEMERINTAH menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), Pertama dikarenakan jumlah produksi minyak mentah Indonesia tidak sesuai harapan (defisit). Jumlah minyak yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri. Hal ini dikarenakan sebagian besar produksi minyak Indonesia dikuasai oleh perusahaan milik asing, jadi pemerintah sudah mengalami impotensi untuk memproduksi minyak. Mestinya, pemerintah membangun kilang, jangan selalu membeli.
Alasan kedua, pemerintah merasa perlu menaikan harga BBM karena harga minyak dunia terus merangkak naik. Alasan kedua ini seolah-olah memperlihatkan pemerintah mati kutu, ibarat tomcat yang sekarang menyerang masyarakat dan menimbulkan kepanikan. Hal ini juga membuktikan bahwa pemerintah sudah kehabisan ide/akal untuk mengatasinya, dan membuktikan negara kita tidak memiliki kedaulatan ekonomi alias terjajah.
 
Ketiga, menurut survei yang dilakukan pemerintah, distribusi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan bahwa 77 persen pengguna BBM bersubsidi merupakan golongan masyarakat menengah ke atas dan sisanya baru masyarakat golongan menengah ke bawah. Sehingga pemerintah merasa kebijakan subsidi sangat merugikan negara. Kalau subsidi terus diberikan, maka akan merugikan hak rakyat kecil. Ini keliru juga, justru fakta di lapangan, yang menggunakan BBM bersubsidi dari kalangan bawah.
 
Keempat, dengan dalih subsidi BBM membengkak dari Rp129,7 triliun menjadi Rp160 triliun, BBM harus dinaikkan. Ini keliru besar, justru pemerintah sangat boros dan lebay. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sejak 2008 sampai sekarang, kebocoran APBN mencapai 30-40 persen. Justru pengeluaran paling besar ada pada belanja birokrasi, belum lagi korupsi birokrasi. Ilustrasi ini menunjukkan semakin haus darah bak drakula para pejabat kita sekarang. Parahnya lagi, utang negara semakin membengkak, ribanya pun tak terbendung lagi. Sedangkan untuk membayar utang, pemerintah mengambilnya dari APBN. Parah!!!
 
Negara, rakyat dijajah = Mahasiswa dijajah

Jika para nenek moyang kita dulu dijajah dengan kekuatan fisik, maka sekarang lebih parah lagi. Kita dijajah secara moral dan intelektual sampai menuju hak-hak warga negara. Begitu banyak orang cerdas menyuarakan kebenaran dan menolak kenaikan BBM. Namun apalah daya hanya sedekar argumentasi/teori/kata-kata belaka? Sungguh tak termanfaatkan oleh sistem.

BMM dirancang untuk kepentingan asing. UU Migas Nomor 22 tahun 2001 itu sangat tidak adil. Mirisnya lagi, perusahaan luar seperti Cevron, Exxon Mobile, dan Petronas bisa sampai 95 tahun mengekplorasi minyak kita. Keuntungan yang kita dapatkan pun hanya sedikit. Pemerintah kini hanya bisa mengandalkan Pertamina, yang kabarnya pun akan diprivatisasi juga. Belum di sektor-sektor lain.

Pemerintah juga telah terjerat oleh Dana Moneter International (IMF), sebuah lembaga keuangan dunia di bawah dominasi Amerika dan sekutunya dengan letter of intent (LoI) dan bank dunia yang memaksa Indonesia agar menghilangkan subsidi di semua sektor. Setelah migas, bahan pokok, kesehatan, pendidikan pun demikian. Maka jangan heran, biaya pendidikan akan tambah naik lagi. Kondisi ini tentunya sangat tidak kita inginkan bersama.

Kekuatan asing belum cukup dengan menempatkan orang-orangnya di sektor pembuatan kebijakan saja, akan tetapi ingin bermain-main di sektor hilir. Contoh nyata, sekarang sudah banyak SPBU milik asing yang letaknya berdekatan dengan Pertamina. Jika BBM naik, maka harganya juga akan sama dengan SPBU milik asing. Secara kualitas, bahan bakar yang dihasilkan Pertamina masih harus banyak belajar dan punya teknologi yang kuat untuk bersaing. Logikanya sederhana, ketika hanganya sama dengan harga SPBU milik asing maka orang akan memilih yang bagus.

Anehnya lagi, SPBU milik asing yang hampir ada di seluruh Indonesia itu, sebagian besar dari mengambil minyak Indonesia yang mereka kelola. Kita menjadi budak atau pelayan di negara sendiri. Liberalisasi di sektor minyak dan gas akan membuka ruang bagi para pemain asing untuk ikut andil dalam bisnis eceran BBM.

Selama harga BBM masih disubsidi, maka orang luar akan sulit masuk mencaplok pasar di Indonesia. Pelan-pelan pemerintah mencoba menaikkan harga BBM, agar ketika harganya sama dengan harga pasar, maka masuklah para pemain asing ini. Hal itu jelas melanggar UUD 45 Pasal 33. Maka, keputusan 1 April mendatang merupakan langkah pemerintah untuk membebaskan subsidi BBM. Jika dilaksanakan, ini merupakan bukti pengkhianatan terhadap rakyat. Jumlah subsidi yang diberikan kepada rakyat hanya 14,7 persen persen atau Rp208 triliun. Jika dihitung-hitung, jumlah tersebut masihlah kurang.

Mahasiswa dan corong perubahan

Mahasiswa sebagai ‘’Agent of Changes’’ harus benar-benar melihat permasalahan yang ada secara komprehensif dan kontekstual. Perubahan pun harus dimulai dari keyakinan yang kuat dan konsep yang matang. Ke depan, Indonesia membutuhkan generasi yang ‘’hanif’’, mengedepankan moral untuk kepentingan publik, bukan golongan maupun kelompok. Modal intelektual yang dilandasi fondasi intelektual yang kokoh. Ayo sama-sama Berjuang!!! Masa depan Indonesia di tangan Anda.

Sumber : Muhadi Aktivis KAMMI Surabaya

Alasan PDIP Menolak Kenaikan Harga BBM



Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak alasan pemerintah yang mengklaim bahwa penambahan subsidi BBM akan memperberat beban APBN. Menurut partai tersebut, yang memperberat APBN justru belanja pemerintah sendiri.
Menurut Dolfie OFP, anggota Badan Anggaran Fraksi PDIP, Pemerintah beralasan dengan menaikkan harga BBM Rp 1.500 per liter maka akan ada penghematan sebesar Rp 53 triliun. Namun, jumlah penghematan pada ujungnya dipakai juga untuk biaya belanja pemerintah.
"Kalau opsi yang kami pilih, kami tidak menambah belanja pemerintah, ini kita pakai untuk tambah subsidi. Rp 53 triliun penghematan itu uang rakyat. Disebutkan Rp 30 triliun untuk kompensasi dan Rp 23 triliun untuk belanja pemerintah. Itu kan uang rakyat. Adil enggak politik yang kayak gini? Ini bagi kami tidak adil. Oleh karena itu, kami menolak opsi satu," ujar Dolfie di ruang Fraksi PDIP, Selasa (27/3/2012).
Dolfie menjelaskan, Pemerintah memaksa hanya memberi Rp 137,4 triliun untuk subsidi BBM, LPG dan BBM. Konsekuensinya adalah pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 yang melarang Pemerintah menaikkan harga BBM harus dihapus.
Keinginan Pemerintah ini, kata dia, berbeda dengan yang diajukan PDIP. Partai ini memilih subsidi BBM ditambah lagi sebesar Rp 42,2 trilliun, sehingga harga BBM tak perlu naik, tapi dana kompensasi kenaikan BBM dan tambahan belanja pemerintah dihilangkan.
"Kalau hanya untuk menutup kebutuhan subsidi BBM agar harga tidak naik, itu hanya perlu tambahan Rp 55 triliun. Kita punya uang kita Rp 134 triliun dalam Rancangan APBN Perubahan 2012. Jadi itu bisa terpenuhi, kalau hanya mau menutup subsidi BBM. Tetapi pemerintah punya pikiran lain tentang ini," jelasnya.
Sementara itu, Theodorus Jacob Koekrits, yang juga anggota Banggar dari Faksi PDIP menyatakan itulah sebabnya pihaknya bersikeras agar kenaikan harga MMB tidak dilakukan. Penghematan APBN yang justru digunakan juga untuk belanja pemerintah menurutnya mengorbankan rakyat.
"Pemerintah silakan beralasan tapi kami berpihak pada rakyat. Oleh karena itu kami melihat kalau memang pemerintah mengatakan situasinya agak genting secara perekonomian langkah pertama yang harus perhatikan ya rakyat, bukan rakyat nya yang di korbankan," pungkasnya.

Sumber : Kompas.com

Kondisi Hukum Ekonomi di Indonesia


Indonesia adalah Negara hukum menurut UUD 1945 pasal 1 ayat 3. Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi tidak akan berhasil jika tidak ada pembaharuan hukum. Mengapa demikian ? Hal ini dikarenakan bahwa perekonomian bersifat berfluktuatif sehingga ada masanya suatu perekonomian di Negara itu berkembang dan ada pula yang surut. Guna pembangunan perekonomian maka hukum ekonomi juga harus disusun berlandaskan kondisi ekonomi yang terjadi. Di Indonesia hukum ekonomi adalah sebagai suatu alat untuk mengatur perekonomian Negara sehingga Hukum ekonomi Indonesia harus mampu menciptakan keseimbangan pembangunan antara pusat dan daerah.
Hukum yang mengatur tentang perekonomian di atur dalam pasal 33 UUD 1945 yang berisi tentang :
  1.  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
  2.  Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
  3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
  4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan undang-undang tersebut bisa kita ketahui berdasarkan apa hukum perekonomian yang ada di Indonesia. Ayat 1 yang berisi “ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan ” dapat kita pahami bahwa sesungguhnya apapun yang menyangkut perekonomian akan dilakukan secara bersama dan berlandaskan atas asas kekeluargaan yang merupakan salah satu cikal bakal koperasi. Dari ayat ini bisa kita simpulkan bahwa sesungguhnya perekonomian akan dibangun secara bersama sehingga memiliki struktur dsara atau pondasi yang kuat untuk perkembangan perekonomian Negara.
Ayat kedua mengenai “Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.”  Menurut Mahkamah Konstitusi, makna dikuasai oleh negara adalah rakyat secara bersama member mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu cabang-cabang produksi yang penting seperti energi bumi seperti listrik dan sumber daya alam seharusnya di kuasai oleh Negara sehingga Negara mampu memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Saat ini bias kita temui banyak sector-sektor penting yang seharusnya membuat masyarakat lebih sejahtera dilakukan oleh pihak asing sehingga bukan untuk kesejahteraan rakyat, namun hanya demi untuk kepentingan kelompok dan keuntungan bisnis semata.
Ayat ketiga yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pada ayat ketiga adalah penjelasan lebih lanjut dari ayat kedua bahwa bumi, air dan kekayaan alam jelas harus dilakukan dan dikuasai oleh Negara. Untuk masalah air sendiri malah peran Negara sangat kecil, pihak asing lebih banyak menguasai sektor ini, seperti ketersediaan air bersih. Bisa dilihat dari banyaknya produk air mineral adalah hasil olahan pihak asing. Begitu pula dengan kekayaan alam yang seharusnya digunakan sebaik-baiknya akan tetapi dikeruk terus menerus sehingga kondisi alam di Indonesia juga semakin rusak dan habis dengan industri pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan.
Pada ayat keempat bisa kita pahami jika kita lihat dengan kondisi yang ada di lapangan akan jauh berbeda dengan isi pasal 33 UUD 1945 ayat ke-4. Banyak prinsip-prinsip dalam ayat tersebut yang dilanggar pada saat ini terutama prinsip berkeadilan, efisiensi serta berwawasan lingkungan. Dalam prinsip berkeadilan banyak masalah-masalah ekonomi yang timbul karena ketidak adanya keadilan. Dalam korupsi misalnya, mereka para koruptor leluasa menggunakan uang Negara, uang hasil pajak rakyatnya, uang yang seharusnya untuk kemakmuran dan untuk mensejahterakan rakyatnya akan tetapi digunakan untuk kepentinga pribadi. Dengan demikian masalah seperti kemiskinan, infrastruktur serta tata kota tidak akan pernah berjalan dengan baik. Kemiskinan semakin merajalela, infrastruktur amburadul dan tata kota yang buruk yang menyebabkan berbagai masalah lain seperti kemacetan dan banjir sehingga kegiatan perekonomian jelas terganggu.
Sedangkan dalam prinsip efisiensi juga, penggunaan atau alokasi dana dari pemerintah untuk berbagai sektor dirasa kurang serta tidak seperti yang diharapkan rakyatnya. Penggunaan dana yang berlebihan untuk pembangunan proyek-proyek gedung yang memakan banyak lahan sehingga berdampak juga kepada masalah lingkungan. Eksport-Import juga termasuk dalam kasus efisiensi karena Negara terlalu banyak mengimport berbagai macam produk ketimbang mengeksport barang ke luar negeri. Dengan banyaknya import maka Negara juga terlalu banyak mengeluarkan dananya untuk membiayai import berbagai keperluan seperti otomotif, elektronik juga sandang pangan sehingga eksport lebih rendah daripada eksport yang menjadikan deficit anggaran. Konsumsi masyarakat yang tinggi menjadikan masyarakat Negara ini menjadi konsumtif sehingga tidak efisien dalam menggunakan dananya.
Dalam prinsip wawasan lingkungan juga menjadi hal yang tidak diperdulikan oleh banyak pihak, seperti proyek-proyek asing maupun lokal yang mengkesampingkan kondisi lingkungan sehingga membabat habis hutan, daerah hijau serta menggerusan tanah akibat kegiatan ekonomi yang melampaui batas. Tentu hal ini akan merusak lingkungan dan menyengsarakan rakyatnya dan menghilangkan habitat asli flora dan fauna yang seharusnya hidup dilingkungan tersebut. Seharusnya lingkungan seperti hutan tetap dilestarikan demi kelangsungan hidup, serta bisa pula dijadikan tempat wisata alam jika diurus dengan baik tentu akan menjadi salah satu investasi yang besar dan pemasukkan yang besar pula untuk Negara.
Dengan demikian bisa kita bilang hokum perekonomian di Indonesia sudah melenceng dari pancasila maupun UUD 1945 sebagai landasan dan sumber hukum Negara. Seharusnya hukum tetap dijalankan sebagai mestinya bukan karena prinsip saat ini yang bisa dibilang “dimana ada uang, disitu hukum akan berpihak”. Semoga hukum perekonomian di Indonesia bisa berjalan dengan semestinya berlandaskan dasar hukum dan dasar Negara kita sehingga Indonesia bisa benar-benar menjadi Negara yang makmur dan sejahtera.

Carut-Marut Penegakan Hukum DiIndonesia


Inspeksi Mendadak (SIDAK) yang dilakukan Satuan Tugas (SATGAS) pemberantasan mafia hukum yang dibentuk oleh Presiden sebagai buntut dari rekomendasi Tim 8 di Rumah Tahanan Pondok Bambu pada hari senin, tanggal 11 Januari 2010 menemukan kejadian yang mengejutkan walaupun sebenarnya itu sudah menjadi Rahasia Umum. Dalam Inspeksi Mendadak tersebut ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di dalam Rumah Tahanan tersebut yaitu yang paling menggemparkan adalah ditemukannya ruangan “super mewah” seperti fasilitas yang ada dalam hotel berbintang dan dihuni oleh salah satu wanita kaya raya yang mempunyai kekuatan luar biasa untuk mengatur penegak hukum kita sesuai keinginannya dan seorang “Ratu” narkoba yang divonis penjara seumur hidup oleh pengadilan. Mereka adalah penjahat kelas kakap Artalita dan Aling.
Rumah Tahanan atau Lembaga Permasyarakatan seharusnya menjadi momok yang menakutkan bagi seseorang untuk atau yang akan melakukan tindak kejahatan. Rumah tahanan atau Lembaga Permasyarakatan memliki andil yang besar bagi terwujudnya perdamaian dan ketentraman bagi rakyat dimana seseorang yang melakukan tindak kejahatan diharapkan jera dan sadar akan kesalahannya dan tidak akan melakukan tindakan tersebut. Namun yang terjadi justru sebaliknya, temuan Satgas pada Rumah Tahanan Pondok Bambu tersebut membuktikan semua yang dituduhkan selama ini kepada Lembaga Permasyarakatan kita. Dimana penjara yang identik dengan kengerian berubah menjadi tempat hunian eksklusif  sekelas hotel berbintang 5. Mengapa demikian? Apa yang terjadi dengan penegak hukum kita? Dimana moral mereka sebagai penegak hukum?
Dalam kacamata hukum, penegakan hukum itu melandaskan pada prinsip-prinsip The Rule of Law, yaitu menempatkan semua orang/ tersangka/ terdakwa sama sederajat di depan hukum (Equal Before the Law), menempatkan semua orang memiliki perlindungan yang sama di depan hukum (Equal Protection On the Law), dan menempatkan semua orang memiliki keadilan yang sama di bawah hukum (Equal Justice Under the Law). Prinsip-prinsip tersebut nampaknya belum berjalan dengan baik di negara kita. Apabila dihubungkan dengan kasus ditemukannya ruangan super mewah untuk sekelas Lembaga Permasyarakatan atau rumah Tahanan, hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip The Rule of Law. Seorang artalita yang notabene seorang terpidana seharusnya diperlakukan sama derajatnya dengan terpidana yang lain sesuai pinsip Equal Before the Law. Penegak hukum kita dalam hal ini Kepala LP/ Rumah Tahanan, seharusnya tahu akan hal itu. Lagi-lagi sepertinya masalah uanglah yang menjadikan gelap mata dan gelap hati para penegak hukum kita. Kemudian kita lihat bahwa prinsip Equal Protection On the Law tidak berjalan dalam penegakan hukum kita. Diberikannya ruangan super mewah menjadikan perlindungan hukum yang semua orang seharusnya mendapatkan perlindungan yang sama menjadi timpang dimana uang dan kekuasaan masih menjadi kekuatan utama dalam melemahkan penegakan hukum kita. Kemudian yang terakhir adalah sesuai prinsip Equal Justice Under the Law, dimana semua orang memiliki keadilan yang sama di bawah hukum. Namun, dengan adanya kasus tersebut artinya tidak semua orang diberikan keadilan yang sama di depan hukum. Artinya selama penegak hukum kita masih kalah dengan kekuatan politik yang kotor, uang dan kekuasaan maka cita-cita negara Indonesia tidak akan tercapai.Perlu dipertanyakan kembali bagaimana komitmen dan integritas penegak hukum kita sebagai ujung tombak penegakan hukum di Indonesia.Apa yang dilakukan Presiden SBY dalam membentuk Satgas pemberantasan mafia hukum merupakan langkah progresif dalam menegakkan supremacy hukum di indonesia. Bagaimana hasil kerja dari Satgas ini, apakah dapat memperbaiki penegakan hukum di Indonesia?? Patut kita tunggu.
Ditempat lain saat ditemui, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan bangsa Indonesia saat ini sedang dilanda carut marut persoalan penegakan hukum, untuk itu dirinya berharap agar pemimpin negara mengoreksi diri, sebab penegakan hukum adalah bagian dari kemerdekaan."Sepanjang hukum tidak dilaksanakan dengan baik, maka Indonesia sudah terbelenggu kembali kepada nilai-nilai yang terjajah pada waktu lalu," ungkap Mega ungkap Mega usai menghadiri upacara peringatan HUT RI ke-66 di halaman kantor PDI Perjuangan, LentengAgung,Jakarta,Rabu(17/8),
"Kita sendiri tergerus oleh erosi yang tidak disadari kita telah melupakan cita-cita proklamasi kemerdekaan,"lanjutnya.
Dia juga mengatakan, setelah 66 tahun merdeka, hingga kini masih banyak berbagai persoalan yang harus diselesaikan terutama yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
"Hikmah dari 66 tahun Kemerdekaan RI, telah banyak yang kita lakukan. Namun, harus banyak diperbaiki, terutama permasalahan yang menyangkut rakyat," lanjut Mega.
Selain itu, Mega juga mengingatkan pemerintah untuk lebih berhati-hati dan introspeksi dalam menghadapi perekonomian global, terutama gejala krisis di Eropa dan Amerika.
"Gejala krisis ekonomi yang saat ini terjadi di Eropa dan Amerika, secara wajar harus diantisipasi. Jangan hanya membuat pencitraan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi di Indonesia," pungkasnya.
Sumber : Eldo Denara (Ka. Div. Pendidikan & Program MATAHATI)