Tipu muslihat pemerintah
PEMERINTAH menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), Pertama dikarenakan jumlah produksi minyak mentah Indonesia tidak sesuai harapan (defisit). Jumlah minyak yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri. Hal ini dikarenakan sebagian besar produksi minyak Indonesia dikuasai oleh perusahaan milik asing, jadi pemerintah sudah mengalami impotensi untuk memproduksi minyak. Mestinya, pemerintah membangun kilang, jangan selalu membeli.
Alasan kedua, pemerintah merasa perlu menaikan harga BBM karena harga minyak dunia terus merangkak naik. Alasan kedua ini seolah-olah memperlihatkan pemerintah mati kutu, ibarat tomcat yang sekarang menyerang masyarakat dan menimbulkan kepanikan. Hal ini juga membuktikan bahwa pemerintah sudah kehabisan ide/akal untuk mengatasinya, dan membuktikan negara kita tidak memiliki kedaulatan ekonomi alias terjajah.
Ketiga, menurut survei yang dilakukan pemerintah, distribusi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan bahwa 77 persen pengguna BBM bersubsidi merupakan golongan masyarakat menengah ke atas dan sisanya baru masyarakat golongan menengah ke bawah. Sehingga pemerintah merasa kebijakan subsidi sangat merugikan negara. Kalau subsidi terus diberikan, maka akan merugikan hak rakyat kecil. Ini keliru juga, justru fakta di lapangan, yang menggunakan BBM bersubsidi dari kalangan bawah.
Keempat, dengan dalih subsidi BBM membengkak dari Rp129,7 triliun menjadi Rp160 triliun, BBM harus dinaikkan. Ini keliru besar, justru pemerintah sangat boros dan lebay. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sejak 2008 sampai sekarang, kebocoran APBN mencapai 30-40 persen. Justru pengeluaran paling besar ada pada belanja birokrasi, belum lagi korupsi birokrasi. Ilustrasi ini menunjukkan semakin haus darah bak drakula para pejabat kita sekarang. Parahnya lagi, utang negara semakin membengkak, ribanya pun tak terbendung lagi. Sedangkan untuk membayar utang, pemerintah mengambilnya dari APBN. Parah!!!
Negara, rakyat dijajah = Mahasiswa dijajah
Jika para nenek moyang kita dulu dijajah dengan kekuatan fisik, maka sekarang lebih parah lagi. Kita dijajah secara moral dan intelektual sampai menuju hak-hak warga negara. Begitu banyak orang cerdas menyuarakan kebenaran dan menolak kenaikan BBM. Namun apalah daya hanya sedekar argumentasi/teori/kata-kata belaka? Sungguh tak termanfaatkan oleh sistem.
BMM dirancang untuk kepentingan asing. UU Migas Nomor 22 tahun 2001 itu sangat tidak adil. Mirisnya lagi, perusahaan luar seperti Cevron, Exxon Mobile, dan Petronas bisa sampai 95 tahun mengekplorasi minyak kita. Keuntungan yang kita dapatkan pun hanya sedikit. Pemerintah kini hanya bisa mengandalkan Pertamina, yang kabarnya pun akan diprivatisasi juga. Belum di sektor-sektor lain.
Pemerintah juga telah terjerat oleh Dana Moneter International (IMF), sebuah lembaga keuangan dunia di bawah dominasi Amerika dan sekutunya dengan letter of intent (LoI) dan bank dunia yang memaksa Indonesia agar menghilangkan subsidi di semua sektor. Setelah migas, bahan pokok, kesehatan, pendidikan pun demikian. Maka jangan heran, biaya pendidikan akan tambah naik lagi. Kondisi ini tentunya sangat tidak kita inginkan bersama.
Kekuatan asing belum cukup dengan menempatkan orang-orangnya di sektor pembuatan kebijakan saja, akan tetapi ingin bermain-main di sektor hilir. Contoh nyata, sekarang sudah banyak SPBU milik asing yang letaknya berdekatan dengan Pertamina. Jika BBM naik, maka harganya juga akan sama dengan SPBU milik asing. Secara kualitas, bahan bakar yang dihasilkan Pertamina masih harus banyak belajar dan punya teknologi yang kuat untuk bersaing. Logikanya sederhana, ketika hanganya sama dengan harga SPBU milik asing maka orang akan memilih yang bagus.
Anehnya lagi, SPBU milik asing yang hampir ada di seluruh Indonesia itu, sebagian besar dari mengambil minyak Indonesia yang mereka kelola. Kita menjadi budak atau pelayan di negara sendiri. Liberalisasi di sektor minyak dan gas akan membuka ruang bagi para pemain asing untuk ikut andil dalam bisnis eceran BBM.
Selama harga BBM masih disubsidi, maka orang luar akan sulit masuk mencaplok pasar di Indonesia. Pelan-pelan pemerintah mencoba menaikkan harga BBM, agar ketika harganya sama dengan harga pasar, maka masuklah para pemain asing ini. Hal itu jelas melanggar UUD 45 Pasal 33. Maka, keputusan 1 April mendatang merupakan langkah pemerintah untuk membebaskan subsidi BBM. Jika dilaksanakan, ini merupakan bukti pengkhianatan terhadap rakyat. Jumlah subsidi yang diberikan kepada rakyat hanya 14,7 persen persen atau Rp208 triliun. Jika dihitung-hitung, jumlah tersebut masihlah kurang.
Mahasiswa dan corong perubahan
Mahasiswa sebagai ‘’Agent of Changes’’ harus benar-benar melihat permasalahan yang ada secara komprehensif dan kontekstual. Perubahan pun harus dimulai dari keyakinan yang kuat dan konsep yang matang. Ke depan, Indonesia membutuhkan generasi yang ‘’hanif’’, mengedepankan moral untuk kepentingan publik, bukan golongan maupun kelompok. Modal intelektual yang dilandasi fondasi intelektual yang kokoh. Ayo sama-sama Berjuang!!! Masa depan Indonesia di tangan Anda.
Sumber : Muhadi Aktivis KAMMI Surabaya
Alasan kedua, pemerintah merasa perlu menaikan harga BBM karena harga minyak dunia terus merangkak naik. Alasan kedua ini seolah-olah memperlihatkan pemerintah mati kutu, ibarat tomcat yang sekarang menyerang masyarakat dan menimbulkan kepanikan. Hal ini juga membuktikan bahwa pemerintah sudah kehabisan ide/akal untuk mengatasinya, dan membuktikan negara kita tidak memiliki kedaulatan ekonomi alias terjajah.
Ketiga, menurut survei yang dilakukan pemerintah, distribusi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan bahwa 77 persen pengguna BBM bersubsidi merupakan golongan masyarakat menengah ke atas dan sisanya baru masyarakat golongan menengah ke bawah. Sehingga pemerintah merasa kebijakan subsidi sangat merugikan negara. Kalau subsidi terus diberikan, maka akan merugikan hak rakyat kecil. Ini keliru juga, justru fakta di lapangan, yang menggunakan BBM bersubsidi dari kalangan bawah.
Keempat, dengan dalih subsidi BBM membengkak dari Rp129,7 triliun menjadi Rp160 triliun, BBM harus dinaikkan. Ini keliru besar, justru pemerintah sangat boros dan lebay. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sejak 2008 sampai sekarang, kebocoran APBN mencapai 30-40 persen. Justru pengeluaran paling besar ada pada belanja birokrasi, belum lagi korupsi birokrasi. Ilustrasi ini menunjukkan semakin haus darah bak drakula para pejabat kita sekarang. Parahnya lagi, utang negara semakin membengkak, ribanya pun tak terbendung lagi. Sedangkan untuk membayar utang, pemerintah mengambilnya dari APBN. Parah!!!
Negara, rakyat dijajah = Mahasiswa dijajah
Jika para nenek moyang kita dulu dijajah dengan kekuatan fisik, maka sekarang lebih parah lagi. Kita dijajah secara moral dan intelektual sampai menuju hak-hak warga negara. Begitu banyak orang cerdas menyuarakan kebenaran dan menolak kenaikan BBM. Namun apalah daya hanya sedekar argumentasi/teori/kata-kata belaka? Sungguh tak termanfaatkan oleh sistem.
BMM dirancang untuk kepentingan asing. UU Migas Nomor 22 tahun 2001 itu sangat tidak adil. Mirisnya lagi, perusahaan luar seperti Cevron, Exxon Mobile, dan Petronas bisa sampai 95 tahun mengekplorasi minyak kita. Keuntungan yang kita dapatkan pun hanya sedikit. Pemerintah kini hanya bisa mengandalkan Pertamina, yang kabarnya pun akan diprivatisasi juga. Belum di sektor-sektor lain.
Pemerintah juga telah terjerat oleh Dana Moneter International (IMF), sebuah lembaga keuangan dunia di bawah dominasi Amerika dan sekutunya dengan letter of intent (LoI) dan bank dunia yang memaksa Indonesia agar menghilangkan subsidi di semua sektor. Setelah migas, bahan pokok, kesehatan, pendidikan pun demikian. Maka jangan heran, biaya pendidikan akan tambah naik lagi. Kondisi ini tentunya sangat tidak kita inginkan bersama.
Kekuatan asing belum cukup dengan menempatkan orang-orangnya di sektor pembuatan kebijakan saja, akan tetapi ingin bermain-main di sektor hilir. Contoh nyata, sekarang sudah banyak SPBU milik asing yang letaknya berdekatan dengan Pertamina. Jika BBM naik, maka harganya juga akan sama dengan SPBU milik asing. Secara kualitas, bahan bakar yang dihasilkan Pertamina masih harus banyak belajar dan punya teknologi yang kuat untuk bersaing. Logikanya sederhana, ketika hanganya sama dengan harga SPBU milik asing maka orang akan memilih yang bagus.
Anehnya lagi, SPBU milik asing yang hampir ada di seluruh Indonesia itu, sebagian besar dari mengambil minyak Indonesia yang mereka kelola. Kita menjadi budak atau pelayan di negara sendiri. Liberalisasi di sektor minyak dan gas akan membuka ruang bagi para pemain asing untuk ikut andil dalam bisnis eceran BBM.
Selama harga BBM masih disubsidi, maka orang luar akan sulit masuk mencaplok pasar di Indonesia. Pelan-pelan pemerintah mencoba menaikkan harga BBM, agar ketika harganya sama dengan harga pasar, maka masuklah para pemain asing ini. Hal itu jelas melanggar UUD 45 Pasal 33. Maka, keputusan 1 April mendatang merupakan langkah pemerintah untuk membebaskan subsidi BBM. Jika dilaksanakan, ini merupakan bukti pengkhianatan terhadap rakyat. Jumlah subsidi yang diberikan kepada rakyat hanya 14,7 persen persen atau Rp208 triliun. Jika dihitung-hitung, jumlah tersebut masihlah kurang.
Mahasiswa dan corong perubahan
Mahasiswa sebagai ‘’Agent of Changes’’ harus benar-benar melihat permasalahan yang ada secara komprehensif dan kontekstual. Perubahan pun harus dimulai dari keyakinan yang kuat dan konsep yang matang. Ke depan, Indonesia membutuhkan generasi yang ‘’hanif’’, mengedepankan moral untuk kepentingan publik, bukan golongan maupun kelompok. Modal intelektual yang dilandasi fondasi intelektual yang kokoh. Ayo sama-sama Berjuang!!! Masa depan Indonesia di tangan Anda.
Sumber : Muhadi Aktivis KAMMI Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar