kocak

kocak

27.3.12

Kondisi Hukum Ekonomi di Indonesia


Indonesia adalah Negara hukum menurut UUD 1945 pasal 1 ayat 3. Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi tidak akan berhasil jika tidak ada pembaharuan hukum. Mengapa demikian ? Hal ini dikarenakan bahwa perekonomian bersifat berfluktuatif sehingga ada masanya suatu perekonomian di Negara itu berkembang dan ada pula yang surut. Guna pembangunan perekonomian maka hukum ekonomi juga harus disusun berlandaskan kondisi ekonomi yang terjadi. Di Indonesia hukum ekonomi adalah sebagai suatu alat untuk mengatur perekonomian Negara sehingga Hukum ekonomi Indonesia harus mampu menciptakan keseimbangan pembangunan antara pusat dan daerah.
Hukum yang mengatur tentang perekonomian di atur dalam pasal 33 UUD 1945 yang berisi tentang :
  1.  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
  2.  Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
  3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
  4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan undang-undang tersebut bisa kita ketahui berdasarkan apa hukum perekonomian yang ada di Indonesia. Ayat 1 yang berisi “ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan ” dapat kita pahami bahwa sesungguhnya apapun yang menyangkut perekonomian akan dilakukan secara bersama dan berlandaskan atas asas kekeluargaan yang merupakan salah satu cikal bakal koperasi. Dari ayat ini bisa kita simpulkan bahwa sesungguhnya perekonomian akan dibangun secara bersama sehingga memiliki struktur dsara atau pondasi yang kuat untuk perkembangan perekonomian Negara.
Ayat kedua mengenai “Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.”  Menurut Mahkamah Konstitusi, makna dikuasai oleh negara adalah rakyat secara bersama member mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu cabang-cabang produksi yang penting seperti energi bumi seperti listrik dan sumber daya alam seharusnya di kuasai oleh Negara sehingga Negara mampu memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Saat ini bias kita temui banyak sector-sektor penting yang seharusnya membuat masyarakat lebih sejahtera dilakukan oleh pihak asing sehingga bukan untuk kesejahteraan rakyat, namun hanya demi untuk kepentingan kelompok dan keuntungan bisnis semata.
Ayat ketiga yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pada ayat ketiga adalah penjelasan lebih lanjut dari ayat kedua bahwa bumi, air dan kekayaan alam jelas harus dilakukan dan dikuasai oleh Negara. Untuk masalah air sendiri malah peran Negara sangat kecil, pihak asing lebih banyak menguasai sektor ini, seperti ketersediaan air bersih. Bisa dilihat dari banyaknya produk air mineral adalah hasil olahan pihak asing. Begitu pula dengan kekayaan alam yang seharusnya digunakan sebaik-baiknya akan tetapi dikeruk terus menerus sehingga kondisi alam di Indonesia juga semakin rusak dan habis dengan industri pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan.
Pada ayat keempat bisa kita pahami jika kita lihat dengan kondisi yang ada di lapangan akan jauh berbeda dengan isi pasal 33 UUD 1945 ayat ke-4. Banyak prinsip-prinsip dalam ayat tersebut yang dilanggar pada saat ini terutama prinsip berkeadilan, efisiensi serta berwawasan lingkungan. Dalam prinsip berkeadilan banyak masalah-masalah ekonomi yang timbul karena ketidak adanya keadilan. Dalam korupsi misalnya, mereka para koruptor leluasa menggunakan uang Negara, uang hasil pajak rakyatnya, uang yang seharusnya untuk kemakmuran dan untuk mensejahterakan rakyatnya akan tetapi digunakan untuk kepentinga pribadi. Dengan demikian masalah seperti kemiskinan, infrastruktur serta tata kota tidak akan pernah berjalan dengan baik. Kemiskinan semakin merajalela, infrastruktur amburadul dan tata kota yang buruk yang menyebabkan berbagai masalah lain seperti kemacetan dan banjir sehingga kegiatan perekonomian jelas terganggu.
Sedangkan dalam prinsip efisiensi juga, penggunaan atau alokasi dana dari pemerintah untuk berbagai sektor dirasa kurang serta tidak seperti yang diharapkan rakyatnya. Penggunaan dana yang berlebihan untuk pembangunan proyek-proyek gedung yang memakan banyak lahan sehingga berdampak juga kepada masalah lingkungan. Eksport-Import juga termasuk dalam kasus efisiensi karena Negara terlalu banyak mengimport berbagai macam produk ketimbang mengeksport barang ke luar negeri. Dengan banyaknya import maka Negara juga terlalu banyak mengeluarkan dananya untuk membiayai import berbagai keperluan seperti otomotif, elektronik juga sandang pangan sehingga eksport lebih rendah daripada eksport yang menjadikan deficit anggaran. Konsumsi masyarakat yang tinggi menjadikan masyarakat Negara ini menjadi konsumtif sehingga tidak efisien dalam menggunakan dananya.
Dalam prinsip wawasan lingkungan juga menjadi hal yang tidak diperdulikan oleh banyak pihak, seperti proyek-proyek asing maupun lokal yang mengkesampingkan kondisi lingkungan sehingga membabat habis hutan, daerah hijau serta menggerusan tanah akibat kegiatan ekonomi yang melampaui batas. Tentu hal ini akan merusak lingkungan dan menyengsarakan rakyatnya dan menghilangkan habitat asli flora dan fauna yang seharusnya hidup dilingkungan tersebut. Seharusnya lingkungan seperti hutan tetap dilestarikan demi kelangsungan hidup, serta bisa pula dijadikan tempat wisata alam jika diurus dengan baik tentu akan menjadi salah satu investasi yang besar dan pemasukkan yang besar pula untuk Negara.
Dengan demikian bisa kita bilang hokum perekonomian di Indonesia sudah melenceng dari pancasila maupun UUD 1945 sebagai landasan dan sumber hukum Negara. Seharusnya hukum tetap dijalankan sebagai mestinya bukan karena prinsip saat ini yang bisa dibilang “dimana ada uang, disitu hukum akan berpihak”. Semoga hukum perekonomian di Indonesia bisa berjalan dengan semestinya berlandaskan dasar hukum dan dasar Negara kita sehingga Indonesia bisa benar-benar menjadi Negara yang makmur dan sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar